Jumat, 21 Oktober 2011

Tataran Gramatikal

TATARAN GRAMATIKAL

Telah diketahui bahwa linguistik sebagai sebuah ilmu memilki objek berupa bahasa. Lebih konkretnya lagi bahasa yang dimaksud tersebut berupa parole (ujaran). Linguistik merupakan disiplin ilmu yang mengkaji bahasa manusia yang berupa tuturan dalam suatu bahasa. Dengan demikian, data yang dijadikan korpus untuk kepentingan penelitian ilmu bahasa ialah bahasa yang dipakai manusia untuk berinteraksi, bekerja sama, dalam suatu lingkup kebudayaan tertentu. Linguistik menjadikan bahasa lisan sebagai data primer, sedangkan bahasa tulis sebagai data sekunder.
Dalam kerangka memudahkan analisis atau kajian bahasa, para ahli bahasa (linguis) membuat tataran-tataran bahasa atau linguistik. Tataran-tataran yang dibuat tersebut bahkan menjadi rumpun atau subdisiplin tersendiri.

1.  Satuan-satuan Gramatikal
Dalam kajian linguistik, selain kita diperkenalkan kepada istilah tataran linguistik juga kita diperkenalkan ke dalam istilah satuan-satuan bahasa atau satuan-satuan gramatikal. Satuan-satuan bahasa yang dimaksud adalah unsur-unsur pembentuk bahasa, baik unsur segmental maupun unsur suprasegmental.
Unsur segmental berwujud fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana. Adapun unsur suprasegmental berwujud nada, tekanan, intonasi, dan jeda.
Unsur-unsur pembentuk bahasa tersebut membentuk suatu kesatuan yang sistemis dan sistematis, dan dikaji dalam cabang linguistik (tataran linguistik) dan relevan.Unsur-unsur berupa fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana lazim pula disebut dengan istilah satuan gramatikal atau tataran gramatikal. Dikaitkan dengan kajian linguistik, satuan gramatikal akan menjadi satuan terbesar atau terkecil dalam tiap tataran linguistik.
Perhatikan bagan berikut:


Bidang Ilmu
Tataran  Gramatikal  atau  Lingkup  Kajian
Fonologi
Fon / Fonem
Morfologi
Morfem
Sintaksis
Frasa

Klausa

Kalimat
Wacana
Alinea

Bagian /sejumlah alinea

Anak Bab

Karangan utuh


Bagan 6:  Tataran gramatikal dan bidang ilmu yang mengkajinya


Dalam ilmu bahasa (linguistik), kita mengenal bahwa dalam suatu bahasa terdapat satuan-satuan berwujud fonem, morfem, kata, frasa, klausa, dan kalimat, serta wacana. Perhatikanlah penjelasan mengenai pengertian istilah-istilah tersebut berikut ini.

a.  Fonem
Dalam ilmu bahasa, fonem merupakan satuan terkecil yang berfungsi membedakan makna. Fonem dalam suatu bahasa merupakan seperangkat unsur-unsur terbatas yang dapat difungsikan untuk membentuk ujaran dalam bentuk tak terbatas. Jumlah dan jenis fonem (cara produksi fonem itu dihasilkan) setiap bahasa tidak sama. Ada bahasa yang jumlah fonemnnya banyak, dan ada pula bahasa yang jumlah fonemnya sedikit.
Sekaitan dengan jumlah fonem dalam bahasa Indonesia yang mempunyai enam buah fonem vokal, ada pakar yang menyatakan bahwa jumlah fonem dalam bahasa Indonesia seluruhnya ada 24 buah, yang terdiri atas enam buah fonem vokal (yakni a, i, u, e, dan o), dan 18 buah fonem konsonan (yakni, p, t, c, k, b, d, j, g, m, n, ny, ng, s, h, r, l, w, dan y).
Pengetesan untuk membuktikan keberadaan fonem dalam suatu bahasa dapat dilakukan dengan cara mencari pasangan minimal (minimal pairs). Kaitannya dengan tataran ilmu bahasa, fonem merupakan satuan linguistik yang dipelajari dalam fonologi, yakni ‘ilmu bunyi’.

b.  Morfem
Morfem merupakan satuan linguistik yang tidak dapat diurai, dipisah, atau disegmentasi menjadi bagian yang lebih kecil lagi. Didalam sebuah percakapan sering didapati satuan yang mengandung dua buah morfem. Contoh satuan, “beruntung”, yakni morfem ber- (morfem terikat berbentuk afiks) dan untung (morfem bebas). Satuan ber- dan untung tidak dapat diurai / dipisah / disegmentasikan menjadi satuan lain yang lebih kecil. Morfem merupakan satuan yang dikaji dalam tataran ilmu bahasa yang disebut morfologi.

c.  Kata
            Kata merupakan satuan linguistik yang relatif bebas karena telah memilki makna utuh / pengertian sendiri. Dikatakan memilki makna utuh karena kata dapat hadir dalam pemakaian bahasa dengan perangkat makna yang lengkap. Secara sederhana, meskipun tidak mutlak makna suatu kata biasanya dapat disebut sebagai makna leksikal, yakni makna yang terdapat pada kamus. Kta merupakan satuan yang bersama-sama dengan morfem termasuk ke dalam wilayah kajian morfologi. Perbedaanny6a dapat dirumuskan oleh pernyataan bahwa morfem merupakan satuan terkecil dalam morfologi, sedangkan kata merupakan satuan terbesar.

d.  Frasa
            Frasa merupakan satuan linguistik yang terdiri atas gabungan kata yang tidak predikatif dan dapat menduduki salah satu fungsi dalam kalimat. Frasa dalam tataran ilmu bahasa termasuk ke dalam wilayah kajian sintaksis.

e.  Klausa
            Klausa merupakan satuan linguistik yang sekurang-kurangnya terdiri atas fungsi Subjek (S) dan Predikat (P), dan berpotensi menjadi kalimat. Karena sesungguhnya klausa jika diberi intonasi final (dalam konvensi tulis berupa tanda baca titik, tanda seru, dan tanda tanya) akan berubah menjadi satuan kalimat. “Aku tunggu di taman!”, ujaran tersebut memang merupakan kalimat, tetapi jika ditulis menjadi Aku tunggu di taman, yakni diawali dengan bukan huruf kapital dan tanpa ada penanda intonasi akhir statusnya ialah klausa. Mengapa klausa? Karena sebuah kalimat mesti diakhiri dengan intonasi akhir. Kontruksi aku tunggu di taman dapat berpotensi menjadi kalimat berita (deklaratif), kalimat tanya (interogatif), dan kalimat seruan  perintah larangan atau suruhan (imperatif). Pembicaraan mengenai klausa masih merupakan bagian dari tataran ilmu bahasa yang disebut sintaksis.

f.  Kalimat
            Kalimat merupakan satuan linguistik yang secara relatif berdiri sendiri, memiliki intonasi vokal, dan secara potensial atau aktual terdiri atas klausa, serta mengandung pokok pikiran yang lengkap. Kalimat merupakan satuan yang ditandai intonasi akhir dan mengandung pokok pikiran yang lengkap. Hanya tentu saja, berdasarkan kelengkapan fungsi kalimatnya ada yang berkontruksi Subjek dan Predikat, serta ada pula yang hanya berkontruksi Predikat. Pembicaraan mengenai kalimat masih termasuk wilayah pembicaraan sintaksis sebagaimana satuan frasa dan klausa.

g.  Wacana
            Wacana merupakan satuan linguistik yang terdiri atas rangkaian ujaran (kalimat) yang saling berhubungan dan mengungkapkan satu pokok pikiran tertentu. Wacana merupakan satuan linguistik terbesar dan paling lengkap unsurnya. Wacana tidak hanya didukung oleh unsur-unsur segmental dari suatu bahasa seperti kalimat, morfem, dan fonem, tetapi juga didukung oleh unsur nonsegmental dan suprasegmental, seperti situasi, ruang, waktu pemakaian, tujuan pemahaman bahasa, pemakai itu sendiri, intonasi, tekanan, makna, dan perasaan berbahasa.
            Sebuah penggalan percakapan merupakan contoh wacana karena wacana dapat diwujudkan dalam bentuk karangan yang utuh, seperti buku, cerita pendek, novel, percakapan, paragraf, karangan, kalimat, dan kta yang membawa amanat yang lengkap. Sebenarnya, pembicaraan mengenia wacana masih merupakan wilayah sintaksis. Akan tetapi, kemudian muncul apa yang disebut analisis wacana (discource analysis) sebagai disiplin ilmu baru yang mengkaji bahasa bukan hanya berkaitan dengan aspek gramatikal semata, tetapi juga berkaitan dengan aspek di luar bahasa yang terlibat dalam tuturan. Selanjutnya, wacana erat berkaitan dengan ilmu pragmatik dan sosiolinguistik.


2.  Hubungan Antarsatuan Gramatikal
            Hubungan antarsatuan gramatikal dapat bersifat normal, yakni satuan yang lebih rendah merupakan konstituen dari kontruksi yang satu tingkat lebih tinggi. Akan tetapi, dalam bahasa terdapat hubungan yang lain sifatnya.

a.  Pelompatan Tingkat
            Merupakan pengisian oleh satuan gramatikal sebagai kostituen dalam tingkat yang sekurang-kurangnya dua jenjang lebih tinggi.

b.  Pelapisan
            Pelapisan merupakan penggunaan satuan gramatikal sebagai konstituen dalam tingkat yang sama.

c.  Penurunan Tingkat
            Penurunan tingkat merupakan pengisian satuan gramatikal bertingkat lebih tinggi sebagai konstituen dalam tingkat yang lebih rendah.


3.  Hubungan Antarkonstituen
            Setiap kontruksi, baik kata, frasa, klausa, kalimat, maupun wacana disusun oleh beberapa konstituen. Jenis satuan-satuan yang menjadi konstituen dan macam hubungan antara konstituen-konstituen pembentuk kontruksi mempunyai peranan dalam menandai perbedaan di antara berbagai kontruksi.
a.  Hubungan Pewatasan
            Hubungan pewatasan disebut juga hubungan modifikasi , hubungan berpusat, atau hubungan endosentris. Dalam kontruksi yang memilki hubungan pewatasan terdapat induk (head) dan konstituen (pewatas). Dalam hubungan pewatasan, distribusi gramatikal konstituen secara keseluruhan sama dengan distribusi konstituen lainnya.

b.  Hubungan Tak Berpusat
            Hubungan tak berpusat disebut juga hubungan eksosentris merupakan hubungan antarkonstituen yang ditandai oleh ketidaksamaan distribusi kontruksi sebagai keseluruhan dengan distribusi gramatikal konstituennya yang manapun.

c.  Hubungan Pembawahan
            Hubungan pembawahan atau hubungan subordinasi merupakan hubungan antarkonstituen yang ditandai oleh ketergantungan suatu konstituen terhadap konstituen lain dalam suatu kontruksi.
            Hubungan pembawahan, misalnya terdapat pada kontruksi endosentris, yang menunjukkan hubungan konstituen induk dan konstituen pewatas. Konstituen induk dapat disebut  sebagai konstituen atasan dan konstituen pewatas dapat disebut sebagai konstituen bawahan.
            Selain terdapat pada kontruksi endosentris, hubungan pembawahan juga terdapat dalam kalimat di antara dua klausa. Satu klausa menjadi konstituen atasan, sedangkan klausa yang lainnya merupakan klausa bawahan. Klausa bawahan biasanya ditandai oleh konjungsi subordinatif atau partikel penghubung pembawahan, seperti bahwa, agar, seandainya, sehingga, seperti, bilamana, ketika, kalaupun, selama, dan lain-lain.

d.  Hubungan Koordinatif
            Hubungan koordinatif merupakan hubungan yang menyambungkan konstituen-konstituen dengan fungsi gramatikal yang setara dalam kontruksi yang berfungsi sebagai satu satuan. Konstituen itu dapat berupa klausa, frasa, atau kata. Penyambungan pada umumnya dilakukan dengan bantuan partikel penghubung atau kadang-kadang juga tanpa partikel penghubung, melainkan dengan urutan atau unsur suprasegmental saja.

e.  Hubungan Tanpa Partikel atau Hubungan Parataksis
            Hubungan tanpa partikel atau oleh Hartmann dan Stork (1972) disebut sebagai hubungan parataksis. Hubungan tersebut merupakan hubungan yang bersifat renggang. Dalam hubungan parataksis tidak terdapat penggunaan partikel penghubung secara eksplisit.

2 komentar:

  1. Kalau bisa, ketika menulis harus dilengkapi daftar referensi, agar pembaca bisa menggali informasi dg lebih mendalam.

    BalasHapus
  2. Where Everybody is The Winner
    bisa di akses melalui => f4n583771nG :)

    BalasHapus